Terima kasih, matur suksma untuk bapak I Nyoman Ariawan Atmaja
atas kiriman naskah ini
saya hanya menerus mengalir kesamudera angkasa kelir maya
semoga bisa menghirup kesegaran udara/prana pikiran dan sinar cahyanya
dalam berbagi bersama, menerangi marga hidup.
Betara Kala, Sang Waktu memasak kematangan dan kedalaman arti didiri
santhi dihati, santhi disemesta
...
Didalam kedalaman merenung Tuhan yang maha Esa
agar tidak mengHantu dikepala
beraneka dahan meranting,
dari cabang mendahan,
pegang teguh sang batang
akar dan pucuk bisa melangit juga mendasar kebumi
antara dua, Kala Waktu menentu
menghormat meraya bersama Sang Sekarang
yang senantiasa menerang
malam dan siang hari
mata malam, mata hari
...
tapa s
-----------------------oOo-----------------------
Wariga
dan dewasa adalah
dua istilah yang paling umum diperhatikan oleh umat hindu khususnya di bali
bila ingin mencapai kesempurnaan dan keberhasilan. Kedua ilmu itu merupakan
salah satu cabang ilmu agama yang dihubungkan dengan ilmu astronomi atau “Jyotisa Sastra”
sebagai salah satu wedangga. Walaupun kedua ilmu tersebut sebagai salah
satu cabang ilmu weda, namun pendalamannya tidak banyak diketahui kecuali
untuk tujuan praktis pegangan oleh para pendeta dalam memberikan petunjuk baik
buruknya hari dalam hubungannya untuk melakukan usaha agar supaya berhasil
dengan mengingat hari atau waktu dalam sistim sradha hindu yang dipengaruhi
oleh unsur kekuatan tertentu dan planet-planet itu.
Dalam
lontar yang disebut “Keputusan Sunari” mengatakan bahwa kata wariga
berasal dari dua kata, yaitu “wara” yang berarti puncak/istimewa dan “ga”
yang berarti terang. Sebagai penjelasan dikemukakan “….iki uttamaning pati
lawan urip, manemu marga wakasing apadadang, ike tegesing wariga”. dari
penjelasan ini jelas bahwa yang dimaksud dengan wariga adalah jalan untuk
mendapatkan ke’terang’an dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan
hidup matinya hari.
Disamping
masalah itu, penentuan hari baik berdasarkan perhitungan menurut wariga disebut
padewasan (dewasa). Jadi dewasa tidak lepas dari ilmu wariga dimana di dalam
wariga, urip hari telah terperinci secara baku. Ini harus dipegang sebagai
keyakinan kepercayaan. Dasarnya adalah percaya adan inilah agama.
Kata “dewasa”
terdiri dari kata; “de” yang berarti dewa guru, “wa” yang berarti
apadang/lapang dan “sa” yang berarti ayu/baik. Dengan demikian jelas bahwa
dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat
agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada
aral rintangan.
Masalah
wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada
perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah “wewaran, wuku,
tanggal, sasih dan dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara
relative mempunyai pengaruh didalilkan sebagai berikut:
1.
Wewaran dikalahkan oleh wuku
2.
Wuku dikalahkan oleh tanggal panglong
3.
Tanggal panglong dikalahkan oleh sasih
4.
Sasih dikalahkan oleh dauh
5.
Dauh dikalahkan oleh de Ning (keheningan hati).
Untuk
dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan
hubungannya dengan alam ghaib.
Wuku
Disamping
perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam
wariga dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku
memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite).
1 tahun
kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun
nama-nama wukunya sebagai berikut;
“Sita,
landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi,
sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut,
merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu,
wayang, klawu, dukut dan watugunung”.
Wewaran
Wewaran
berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin,
selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Siklus
ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan,
sebagai berikut;
1. Eka wara; luang (tunggal)
2. Dwi wara; menga (terbuka), pepet
(tertutup).
3. Tri wara; pasah, beteng, kajeng.
4. Catur wara; sri (makmur), laba
(pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
5. Panca wara; umanis (penggerak), paing
(pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
6. Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang
(kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
7. Sapta wara; redite (minggu), soma
(senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat),
saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang),
patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung).
8. Asta wara; sri (makmur), indra (indah),
guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai),
uma (pemelihara).
9. Sanga wara; dangu (antara terang dan
gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira),
ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar),
dadi (jadi).
10. Dasa wara; pandita (bijaksana), pati
(dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri
(kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa
(berbudi luhur), raksasa (keras)
Disamping
pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh
tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran
baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang
bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
Tanggal
dan Panglong
Selain
perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong.
Masing masing siklusnya adalah 15 hari. Perhitungan penanggal dimulai 1 hari
setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati) dan panglong dimulai 1 hari setelah (H+1)
hari purnama (bulan penuh).
Sasih
Sasih
secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender
internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya
menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366
hari) dimulai dari 21 maret. adapun pembagian sasih tersebut adalah;
- Kedasa
=
Mesa = Maret – April.
- Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
- Sadha = Mintuna = Mei – Juni.
- Kasa = Rekata = Juni– Juli.
- Karo = Singa = Juli –Agustus.
- Ketiga = Kania = Agustus –
September.
- Kapat
=
Tula = September – Oktober.
- Kelima = Mercika = Oktober –
November.
- Kenem = Danuh = November – Desember.
- Kepitu = Mekara = Desember –
Januari.
- Kewulu = Kumba = Januari –
Februari.
- Kesanga = Mina = Februari –
Maret.
Dauh/dedauhan
Merupakan
pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu
hari dan satu malam. Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara Hindu
adalah mulai terbitnya matahari (5.30 WIB). Inti dauh ayu adalah saringan dari
pertemuan panca dawuh dengan asthadawuh, antara lain;
1.
Redite = Siang; 7.00 – 7.54 dan 10.18
– 12.42, malam; 22.18 – 24.42 dan 3.06 - 4.00
2.
Coma = Siang; 7.54 – 10.18, malam; 24.42 – 3.06
3.
Anggara = Siang; 10.00 – 11.30 dan
13.00 – 15.06, malam; 19.54 – 22.00 dan 23.30 - 1.00
4.
Buda = Siang; 7.54 – 8.30 dan 11.30 – 12.42, malam;
22.18 – 23.30 dan 2.30 – 3.06
5.
Wraspati = Siang; 5.30 – 7.54 dan 12.42
– 14.30, malam; 20.30 – 22.18 dan 3.06 – 5.30
6.
Sukra = Siang; 8.30 – 10.18 dan
16.00 – 17.30, malam; 17.30 – 19.00 dan 24.42 – 2.30
7.
Saniscara = Siang; 11.30 – 12.42, malam;
22.18 – 23.30
Oleh: Wirabhadra
Prabhu
Salah satu sifat Tuhan Yang Maha Esa adalah
Vidhi, berarti Maha Tahu. Dalam konsep Ketuhanan Hindu di Indonesia, sifat
Vidhi inilah yang paling banyak diketahuai. Lalu dengan mengadopsi bahasa Bali
dan Cina muncullah frase "Ida Sang Hyang Vidhi Wasa." Jadilah, nama
Tuhan kita adalah "Ida Sang Hyang Widhi Wasa" yang berarti Beliau
yang maha mengetahui dan maha kuasa. Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran Hindu
disebut dengan ribuan nama, ribuan nama itu adalah nama yang diperuntukkan
kepada sifat-sifat, karakter atau aspek kemahakuasaan-Nya yang sangat
didambakan oleh umat manusia ( Suryanto, 2006 : 117).
Dalam kitab-kitab Upanisad dikatakan bahwa Tuhan
Yang Maha Esa merupakan kebenaran yang tertinggi dan maha mutlak. Tak ada
kebenaran yang melebihi Beliau. Hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan dalam
Bhagavad-gita bab 7 sloka 7 sebagai berikut :
mattah
parataram nanyat
kincit
asti dhananjaya
mayi
sarvam idam protam
sutre
mani gana iva
Artinya : Wahai perebut kekayaan, tidak ada
kebenaran yang lebih tinggi daripada-Ku. Segala sesuatu bersandar kepada-Ku,
bagaikan mutiara diikat pada seutas tali ( Prabhupada, 1986 : 361).
Segala sesuatu memang bersandar dan tergantung
pada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber asli segala
sesuatu. Tuhan bersifat maha mutlak dan di luar jangkauan daya pikir filosofis
yang paling besar sekalipun. Karena kemahamutlakan Tuhan Yang Maha Esa, maka
Tuhan hanya dapat dimengerti atas karunia dari Beliau. Dalam kitab suci Veda
terutama Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana memberikan penjelasan yang lengkap
tentang Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa disebut sebagai kebenaran mutlak yang dapat
diinsafi atau dipahami dalam tiga aspek pengertian yaitu : Brahman atau kerohanian
yang berada di mana-mana dan tidak bersifat pribadi, Paramatma yang juga
dikenal sebagai jiwa utama
(Supersoul) yaitu aspek yang maha kuasa yang
berada disuatu tempat dalam hati setiap mahluk hidup dan Bhagavan atau
kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan dunia ini dan memelihara
segala sesuatu . (Knapp,
2005 : 19).
Untuk lebih jelasnya tiga aspek Tuhan Yang Maha
Esa tersebut dijelaskan dalam Bhagavata Purana (Srimad Bhagavatam) skanda I bab
2 sloka 11 sebagai berikut :
vadanti
tat tattva vidas
tattvam
yaj jnanam advayam
brahmeti
paramatmeti
bhagavan
iti sabdyate
Artinya : Para rohaniwan terpelajar yang
mengenal kebenaran Mutlak menjuluki zat yang tidak nisbi tersebut Brahman,
Paramatma dan Bhagavan (Prabhupada, 1994 : 109).
Tiga aspek rohani tersebut dapat dijelaskan
dengan menggunakan contoh matahari, yang juga mempunyai tiga aspek yang
berbeda, yaitu sinar matahari, bola matahari dan penguasa matahari atau Dewa
matahari. Orang yang mempelajari sinar matahari adalah murid pada tahap mulai
belajar.
Orang yang mengerti tentang bola matahari lebih
maju dan orang yang dapat masuk ke dalam matahari dan tahu dengan penguasa
matahari adalah murid yang paling maju dan tertinggi. Orang-orang yang hanya
puas dengan mengerti tentang sinar matahari yaitu sinar matahari yang berada di
mana-mana dan cahaya sifat tak pribadinya yang menyilaukan dapat dibandingkan
dengan orang yang hanya menginsafi aspek Brahman dari kebenaran Mutlak. Orang
yang lebih maju dapat mengenal bola matahari, yang diumpamakan sebagai
pengetahuan tentang aspek Paramatma dari kebenaran Mutlak. Orang yang dapat
masuk ke dalam inti planet matahari dan mengetahui bahwa ada kepribadian yang
berkuasa di planet matahari itu, dapat diumpamakan sebagai orang yang
menginsafi aspek Bhagavan dari kebenaran Mutlak. Karena itu, orang yang dapat
menginsafi aspek Bhagavan kebenaran Mutlak adalah rohaniwan-rohaniwan
tertinggi, kendatipun semua orang yang tekun mempelajari kebenaran Mutlak
sedang menekuni mata pelajaran yang sama. sinar matahari, bola matahari dan
penguasa matahari itu sendiri tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun para
siswa yang masing-masing mempelajari tiga tahap yang berbeda tersebut tidak
termasuk golongan yang sama (Prabhupada, 1986 : 71).
Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan
secara terperinci mengenai tiga aspek kebenaran Mutlak atau Tuhan Yang Maha Esa
tersebut, sebagai berikut:
BRAHMAN
Brahman adalah salah satu sebutan yang digunakan
dalam Upanisad-upanisad untuk menamakan Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta
ini. Brahman adalah absolud dalam segala-galanya. Brahman tidak dilahirkan
karena Beliau ada dengan sendirinya (Swayambhu) dan mengadakan semua yang
tampak maupun yang tidak tampak (Cudamani, 1990 : 65). Menurut Adi
Sankaracharya segala sesuatu adalah Brahman, Brahman Yang Mutlak sajalah yang
nyata, dunia ini tidak nyata dan jiwa atau roh pribadi tidak berbeda dengan
Brahman. Brahman tertinggi menurut Sankaracharya tak berpribadi, Nirguna (tanpa
sifat), Nirakara (tanpa wujud), Nirvisesa (tanpa ciri-ciri tertentu), Sanatana
(tak berubah-ubah ), Nitya (abadi) dan Akarta (bukan pelaku atau perantara).
Brahman tidak ada duanya, Esa dan tak memiliki yang lain di sisinya-Nya.
Brahman tak dapat digambarkan, karena pengambaran akan menyatakan perbedaan-perbedaan
(Masvinara, 1999 : 182).
Berbeda dengan Sankaracharya, Ramanujacharya,
Madvacharya dan Caitanya berpendapat bahwa apapun juga semuanya adalah Brahman,
tetapi Brahman disini bukanlah sesuatu yang bersifat serba sama, ada perbedaan
yang jelas dan nyata antara Brahman dan jiwa. Alam semesta adalah nyata. Jiwa
merupakan pelayan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki hubungan yang
sama dengan Tuhan, seperti sinar matahari dengan mataharinya sendiri. Sinar
matahari walaupun ia memancar dari matahari, ia bukanlah matahari, begitulah
halnya dengan jiwa (Sivananda, 1997 : 232).
Brahman merupakan cahaya yang memancar dari badan
Tuhan Yang Maha Esa
(Brahmajyoti) dan tidak bersifat pribadi.
Kenyataan ini dibenarkan oleh Bhagavad-gita bab 14 sloka 27 sebagai berikut :
brahmano
hi pratisthaham
amrtasyavyayasya
ca
sasvatasya
ca dharmasya
sukhasyaikantikasya
ca
Artinya : Aku adalah sandaran Brahman yang tidak
bersifat pribadi, yang bersifat kekal, tidak pernah mati, tidak dapat
dimusnahkan, kedudukan dasar kebahagiaan yang paling tinggi (Prabhupada, 1986 :
683).
Kedudukan dasar Brahman adalah keadaan bebas dari
kematian, bebas dari kemusnahan, kekal dan bahagia. Brahman adalah awal
keinsafan rohani.
Keinsafan Brahman (pemahaman bahwa Tuhan Yang
Maha Esa sebagai kekuatan yang ada di mana-mana dan tidak bersifat pribadi)
secara universal sebagai pandangan dasar tentang konsep Tuhan. Seperti orang
yang baru mengetahui sinar matahari belum tahu bola matahari dan penguasa
matahari itu sendiri. Aspek Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bersifat pribadi
(Brahman) dipahami oleh orang-orang yang menempuh
jalan Jnana Yoga, yaitu sebuah disiplin keagamaan yang memusatkan perhatian
pada ilmu pengetahuan. Keinsafan Brahman merupakan keinsafan terhadap sifat
kekekalan (Sat) dari kebenaran Mutlak Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak orang yang beranggapan bahwa keinsafan
pada Tuhan yang tidak bersifat pribadi (Brahman) merupakan keinsafan yang
tertinggi. Kenyataan ini kalau dikaji lebih mendalam tidak sepenuhnya benar,
karena orang kebanyakan dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa sangat membutuhkan
nama dan rupa yang berbentuk simbol untuk menyembah Tuhan. Bagi orang yang
tidak mengakui bahwa Tuhan Yang Maha Esa bersifat pribadi dalam menyembah Tuhan
akan mensimboliskan Tuhan Yang Maha Esa berada di angkasa yang tinggi (Luhuring
angkasa). Kesulitan lebih banyak akan dijumpai oleh mereka yang masih
dipengaruhi oleh badan wadag dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang tak
berwujud atau Nirguna (Wiana,
2005 :14). Hal ini juga dibenarkan oleh Bhagavad-gita
bab 12 sloka 5 sebagai berikut :
klesho dhikataras
tesam
avyaktasakta cetasam
avyakta hi gatir
duhkham
dehavadbhir avapyate
Artinya : Kesukaran pada orang yang pikiranya
terpusat pada Yang Tak-termanifestasikan lebih besar, sebab Yang
Tak-termanifestasikan sukar dicapai orang yang dikuasai jasmaninya (Pendit,
1995 : 321).
Memang sangat sukar untuk menyatukan jiwa dan
memusatkan pikiran pada Tuhan Yang Maha Esa, Yang Tak-termanifestasikan, Yang
Tak terpikirkan, lebih-lebih kalau orang tersebut masih dikuasai oleh badan
jasmaninya dengan segala macam kebutuhan duniawi selama orang masih hidup dalam
dunia ini.
Menginsafi Brahman yang tidak bersifat pribadi
(Nirguna) adalah keinsafan yang kurang lengkap terhadap keseluruhan yang
Mutlak, karena dalam jalan ini terdapat kecenderungan seseorang akan jatuh
lagi, sebab kekekalan yang tak terbatas yang tidak berwujud akan memaksa
seseorang untuk mencari hubungan yang alamiah, hubungan yang bersifat pribadi.
Dengan demikian terdapat kemungkinan mereka yang
menempuh jalan keinsafan Brahman akan terlahir lagi ke dunia ini untuk
melanjutkan keinsafan diri mereka. Betapapun sukarnya, barang siapa yang dengan
pengetahuan dan latihan-latihan berusaha dengan sungguh-sungguh memuja dan
merenungkan secara menyeluruh Yang Tak-termanifestasikan, pada waktunya, pasti
akan mencapai keinsafan yang tertinggi.
PARAMATMA
Aspek Paramatma (Roh Yang utama) adalah sebuah
konsep pemahaman terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai aspek yang berada
disuatu tempat tertentu di dalam hati setiap mahluk hidup (Prabhupada, 1986 :
71). Mahluk hidup dapat tumbuh dan berkembang karena adanya daya hidup di dalam
badan yaitu atman. Atman merupakan percikan yang terkecil dari Paramatma (Roh
Yang utama). Atman dan Paramatma berada dalam hati setiap mahluk hidup.
Itulah sebabnya mahluk hidup dalam hal ini
manusia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Kita bisa membohongi orang
lain, mahluk lain tetapi kita tidak bisa berbohong pada diri sendiri karena
pada diri kita bersemayam Tuhan Yang Maha Esa sebagai Paramatma.
Keinsafan Paramatma adalah keinsafan tahap kedua
terhadap kebenaran Mutlak dan merupakan keinsafan terhadap aspek Cit ( pengetahuan
yang
kekal) dari Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha
Esa sebagai Paramatma adalah kawan abadi bagi mahluk hidup, melalui salah satu
bagian yang berkuasa penuh dari Diri-Nya, menemani para mahluk hidup untuk
membimbing mereka dalam kenikmatan duniawinya dan memberikan petunjuk supaya
mahluk hidup dapat bertindak sesuai dengan kehendaknya (Prabhupada, 1994 :
141).
Nama lain untuk ciri Paramatma Tuhan Yang Maha
Esa adalah kala atau waktu yang kekal. Waktu yang kekal menyaksikan segala
perbuatan kita, baik maupun buruk, sehingga berbagai reaksi sebagai akibatnya
ditakdirkan oleh Beliau (Prabhupada, 1996 : 414). Dalam Bhagavad-gita bab 18
sloka 61 dinyatakan :
isvarah
sarva bhutanam
hrd
dese rjuna tisthati
bhramayan
sarva bhutani
yantrarudhani
mayaya
Artinya : Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di
dalam hati semua orang, wahai Arjuna, dan Beliau mengarahkan pengembaraan semua
mahluk hidup, yang duduk seolah-olah pada sebuah mesin terbuat dari tenaga
material (Prabhupada, 1994 : 814).
Aspek Paramatma merupakan tahapan keinsafan yang
lebih tinggi dibanding keinsafan Brahman, dengan mempraktekkan Astangga Yoga
atau Raja Yoga, seseorang yang menempuh jalan ini menginsafi Tuhan yang berada
dalam dirinya dan dimungkinkan untuk maju setahap dalam keinsafan terhadap
kebenaran Mutlak Tuhan Yang Maha Esa. Ketika seseorang mencapai tahap keinsafan
Paramatma, ia akan menginsafi jenis kesadaran lain, bahwa seseorang akan
mencapai esensi pengetahuan rohani (Cit) dari kebenaran Mutlak sebagai tambahan
terhadap sifat kekekalan (Sat). Ibarat matahari, orang yang telah sampai pada
aspek Paramatma berarti orang tersebut telah mengetahui dengan baik sinar
matahari dan bola matahari.
Bahaya yang terdapat dalam menempuh jalan ini
adalah kesalahan anggapan bahwa roh individu (Atman) adalah identik dengan Roh
Yang Utama (Paramatma), untuk mengklarifikasi hal ini, kitab suci Veda
memberikan analogi sebagai berikut : Roh Individu (Atman) dan Roh Yang Utama
(Paramatma) ibarat dua ekor burung yang
bersahabat yang hinggap di pohon yang sama. Salah satu diantara dua ekor burung
tersebut yaitu Roh Individual (Atman) sedang memakan dan menikmati buah yang
berada di pohon itu, sedangkan burung yang lain Roh Yang Utama (Paramatma)
hanya memandang dan menyaksikan kawannya. Diantara dua ekor burung tersebut,
kendatipun mereka mempunyai sifat yang sama, salah satu dipikat oleh buah pada
pohon material, sedangkan yang lain hanya menyaksikan kawannya. Roh Yang Utama
(Paramatma) adalah burung yang menyaksikan, dan Roh Individual (Atman) adalah
burung yang makan. Dan jika suatu saat burung yang makan (Atman) berpaling pada
burung yang menyaksikan
(Paramatma) dalam cinta bhakti dan pengabdian,
maka Roh Yang Utama
(Paramatma) akan berkenan menuntun dan mengarahkan
pengembaraannya untuk memahami pengetahuan rohani atau keinsafan yang lebih
tinggi (Prabhupada, 1994 : 100).
BHAGAVAN
Bhagavan berasal dari dua kata Bhaga dan Van,
Bhaga berarti kehebatan dan Van berarti yang memiliki. Jadi Bhagavan berarti
yang memiliki kehebatan. Menurut Parasara Muni, ayah Srila Vyasadewa, Bhagavan
berarti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki enam kehebatan sekaligus
yaitu segala kekayaan, segala kekuatan, segala kemashuran, segala ketampanan,
segala pengetahuan dan segala ketidak terikatan. Ada banyak orang yang kaya
sekali, perkasa sekali, tampan sekali, terkenal sekali, bijaksana sekali dan
sangat tidak terikat, namun tiada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa ia
mempunyai segala kekuatan, segala kekayaan, segala kemashuran dan sebagainya sekaligus
dan sepenuhnya. Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menyatakan demikian karena
semuanya bersumber dari Beliau (Prabhupada, 2001 : 9).
Dalam banyak halaman Bhagavad-gita kata Bhagavan
sering disebutkan, seperti "Sri Bhagavan Uvaca" yang berarti bahwa
Tuhan Yang Maha Esa atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sedang bersabda. Dan
kita tahu bahwa Bhagavad-gita berisikan percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna
yang terjadi di medan perang Kuruksetra. Sri Krsna disebut sebagai Bhagavan
dalam banyak halaman Bhagavad-gita yang menunjukkan bahwa Sri Krsna adalah
Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Seperti dalam Bhagavad-gita bab
12 sloka 2 yang berbunyi :
sri
bhagavan uvaca
mayy
avesya mano ye mam
nitya
yukta upasate
sraddhaya
parayopetas
te
me yuktatama matah
Artinya : Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
bersabda: Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu
tekun menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal
duniawi Aku anggap paling sempurna(Prabhupada, 1986 : 593).
Yang dimaksud dengan "Ku" dan
"Aku" di sini adalah Ia Yang Maha Kuasa, dan ini menunjukkan Sri
Krsna sendiri, dan yang dimaksud dengan "orang"
adalah kita atau umatnya. ( Wiana, 2005 : 4).
Sloka di atas merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Arjuna mengenai
mana yang lebih sempurna memuja Tuhan yang tak berwujud (Brahman, Nirguna) atau
yang berwujud (Bhagavan, Saguna). Keinsafan terhadap aspek Bhagavan adalah
keinsafan tertinggi terhadap kebenaran Mutlak. Keinsafan ini meliputi segala
aspek rohani, yaitu kekekalan (Sat), pengetahuan (Cit) dan kebahagiaan (Ananda)
dalam bentuk (Vigraha) yang lengkap. Sifat-sifat tersebut diidentikkan pada Sri
Krsna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kebenaran Mutlak, sumber roh
yang utama dan Brahman yang tidak bersifat pribadi. Sebagaimana disebutkan
dalam Brahma Samhita 5.1 sebagi berikut :
isvarah
paramah krsna
sac
cid ananda vigraha
anadir
adir govindah
sarva
karan karanam
Artinya : Ada banyak kepribadian yang
memiliki sifat-sifat Bhagavan, namun Krsna adalah yang paling tinggi, karena
tiada seorang pun yang dapat melampaui Beliau. Krsna adalah kepribadian yang
paling utama, dan badan Krsna kekal, penuh pengetahuan dan kebahagiaan, Krsna
adalah Tuhan Yang Mahaabadin Sri Govinda dan sebab segala sebab (Prabhupada,
1986:72).
Ibarat matahari orang yang telah mengisafi aspek
Bhagavan adalah orang yang telah mengetahui sinar matahari, bola matahari dan
penguasa matahari atau Dewa matahari, inilah pengetahuan yang paling lengkap
dan sempurna.
Tuhan
Yang Maha Esa adalah Saguna dan Nirguna
Dari uraian di atas mengenai konsep Tuhan menurut
Bhagavad-gita yang dipahami melalui tiga aspek yaitu : Brahman, Paramatma dan
Bhagavan, membuktikan bahwa konsep Ketuhanan dalam ajaran Hindu sangat lengkap.
Karena itu tidak salah kalau kita mengatakan
bahwa Weda adalah kitab suci yang tertua dan terlengkap, buktinya Tuhan dalam
ajaran Hindu berwujud (Saguna) dan tidak berwujud (Nirguna), sedang dalam keyakinan
yang lain jelas-jelas Tuhan tidak berwujud bahkan penggambaran wujud Beliaupun
dilarang. Sebenarnya sangat jelas kalau dalam Weda Tuhan memiliki sifat Saguna
(Tuhan berwujud) dan Nirguna (Tuhan tidak berwujud). Untuk memahami kedua sifat
ini dalam menginsafi Tuhan dapat dicapai dengan jalan Yoga, yang dikenal dengan
nama Catur Yoga (Empat jalan untuk menghubungkan diri kepada Tuhan). Empat
jalan tersebut adalah bhakti yoga, karma yoga, jnana yoga dan raja yoga. Para
penganut bhakti yoga dan karma yoga memuja Tuhan yang Saguna sedangkan para
jnana yoga dan raja yoga memuja Tuhan yang Nirguna.
Seperti yang penulis utarakan dalam latar
belakang masalah di atas mengenai Tuhan berwujud dan tidak berwujud yang masih
ditanggapi dengan pro dan kontra di masyarakat, maka penulis mengadakan
wawancara dengan beberapa tokoh Hindu mengenai hal tersebut. Dalam wawancara
yang penulis lakukan dengan beberapa tokoh umat, penulis mendapat gambaran
mengenai masalah tersebut. Wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Drs.
Wayan Teja Arthana, seorang Wasi atau Pinandita dan juga ketua Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Sleman Yogyakarta, beliau berpandapat bahwa
Tuhan dalam Hindu itu berwujud yang disebut Saguna dan tidak berwujud yang
disebut Nirguna. Bukti Tuhan itu berwujud menurut Bapak Wayan Teja, sebelum
persembahyangan dimulai seorang Wasi atau Pinandita akan ngantep banten atau
mempersembahkan sesajian. Dalam ngantep banten ini seorang Wasi atau Pinandita
akan mengundang Tuhan, kemudian mencuci kaki Beliau, memandikan Beliau,
dipakaikan baju, kemudian di stanakan dan diberi persembahan. Proses ini
sebenarnya jelas bahwa umat Hindu sebenarnya memuja Tuhan Yang Maha Esa yang
berwujud, cuma wujud Beliau disimbulkan melalui simbul-simbul seperti daksina
dan Beliau di stanakan di Padmasana (bentuk pemujaan Padmasana). Mengapa Tuhan
harus disimbulkan, menurut Bapak Wayan Teja, karena kemahakuasaan Tuhan yang
maha besar maka tidak semua orang dapat melihat wujud Beliau, dan ini bukan
berarti Tuhan tidak berwujud, Tuhan berwujud tetapi karena tidak semua orang
dapat melihat wujud Tuhan, maka beliau disinbulkan dan di stanakan di Padmasana.
Kalau memang Tuhan Yang Maha Esa itu berwujud,
siapa sebenarnya wujud Tuhan itu? Bapak Wayan Teja mengatakan bahwa wujud Tuhan
itu sesuai dengan Istadewata yang dijadikan obyek pemujaan masing-masing orang.
Lalu bagaimana kalau ada yang mengatakan bahwa
Rama, Narayana, Krsna adalah wujud Tuhan menurut Hindu. Bapak Wayan Teja
menjawab, sejauh yang kita jadikan sebagai acuan adalah konsep awatara, maka
benar Rama dan Krsna adalah wujud Tuhan menurut Hindu. Sekarang yang diperlukan
adalah bagaimana agar umat memahami hal ini, sehingga tidak terjadi pro dan
kontra dalam masyarakat. Itulah sebabnya diperlukan peningkatan kualitas sradha
dan pemahaman umat terhadap ajaran-ajaran Hindu dengan lebih banyak membaca
kitab suci atau buku-buku agama, mengkaji dan mendiskusikannya sesama umat.
Berbeda dengan Bapak Wayan Teja, Bapak Pande
Januraga, seorang dokter yang sedang mengambil spesialis di Universitas ternama
di Jogjakarta, beliau mengatakan sejauh konsep Tuhan mengacu pada
Bhagavad-gita, maka jelas wujud Tuhan adalah Krsna. Soal percaya atau tidak itu
tidak jadi masalah, karena Tuhan tidak disebabkan karena kita percaya atau
tidak percaya. Tuhan tetap Tuhan, terlepas kita mempercayainya atau tidak. Dan
Yang terpenting saat ini adalah bagaimana umat dapat mendalami ajaran-ajaran
Bhagavad-gita dengan baik dan benar di bawah arahan seorang guru yang mengerti
Bhagavad-gita, begitu ujar dr Pande.
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Bapat Putu Putrayasa, seorang pemerhati Hindu dan juga Direktur Mitra Gama
Group Jogyakarta.
Beliau mengatakan bahwa kosep Tuhan menurut Hindu
adalah Saguna
(berwujud) dan Nirguna (tidak berwujud). Kalau
kita mencari Tuhan Yang Maha Esa dalam Bhagavad-gita, maka kita akan
mendapatkan kesimpulan bahwa Krsna adalah wujud Tuhan menurut Bhagavad-gita.
Sekarang kalau di masyarakat banyak umat Hindu yang tidak mengakui wujud Tuhan
itu Krsna atau Tuhan Yang maha Esa itu berwujud, bukan karena mereka tidak tahu
tetapi lebih dikarenakan karena agama Hindu adalah agama minoritas di
Indonesia, dan mayoritas orang beragama di Indonesia lebih mempercayai bahwa
Tuhan Yang Maha Esa itu tidak berwujud.
Dan kalau sekarang umat Hindu mengatakan bahwa
Tuhan Yang Maha Esa itu berwujud seperti halnya manusia, dilahirkan, kemudian
kita membuatkan patung atau arca dan memujanya, maka kita akan dikatakan
menyembah patung atau berhala, sirik, menyekutukan Tuhan, dan bertentangan
dengan dogma yang ada dimasyarakat. Ketakutan atau rasa malu kalau kita
dikatakan menyembah berhala, sirik, menyekutukan Tuhan dan tidak sesuai dengan
dogma di masyarakat, maka sebagian besar umat akhirnya mengatakan Tuhan itu ada
tetapi tidak berwujud, wujud yang kami buat itu hanya untuk memusatkan pikiran
saat kami sembahyang. Padahal menurut Pak Putrayasa orang tidak akan dapat
memusatkan pikirannya pada saat sembahyang tanpa mewujudkan sesuatu yang
dijadikan obyek pemusatan pikiran. Wujud Tuhan yang kita bayangkan pada saat
kita sembahyang itulah sebenarnya wujud Tuhan.
Disamping itu menurut Bapak Putrayasa, sembahyang
dengan wujud Tuhan harus dilakukan dengan jalan Bhakti. Melalui jalan bhakti
ini seseorang mengaggap Tuhan Yang Maha Esa sebagai Raja dan kita harus
melayani Beliau, seperti menstanakan Beliau, memandikan, memberi persembahan
dan lain-lain, sedangkan kebanyakan umat manusia, 20% mengejar nikmat dan
80% menghindari sengsara. Kalau kita membuat wujud Tuhan, kemudian kita susah,
ya ngapain, kan lebih baik Tuhan itu tidak kita wujudkan, kita tidak susah dan
aman, demikian kata Pak Putrayasa. Orang yang tidak mengakui wujud Tuhan Yang
Maha Esa, berarti orang tersebut pemahamannya terhadap Tuhan belum sempurna,
karena Tuhan maha sempurna tentunya Beliau bisa berwujud (Saguna), bisa
tidak berwujud (Nirguna), dan ini memerlukan proses yang panjang untuk
mengetahui Tuhan yang berwujud, dan itu dilakukan melalui jalan bhakti.
Berbeda dengan pendapat Bapak Suryanto, seorang
Dosen Agama Hindu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan juga seorang
penulis mengatakan, bukan hanya dalam ajaran Hindu Tuhan dikatakan berwujud,
dalam kitab-kitab agama lain seperti Injil, Alquran sebenarnya Tuhan juga
berwujud. Buktinya ada perkataan kembali disisinya, kembali kepangkuan Bapak,
Tuhan murka, Tuhan marah, Tuhan mengasihi dan sebagainya, bagaimana sesuatu
yang tidak berwujud bisa mengasihi, membimbing, memangku, marah dan sebagainya.
Semua ini hanya dapat dilakukan oleh sesuatu yang memiliki wujud. Bahkan dalam
Injil dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia secitra dengan Beliau, ini
berarti bahwa Tuhan duluan yang ada baru kemudian manusia diwujudkan sesuai
dengan wujud Beliau. Ini membuktikan bahwa Tuhan memang berwujud, tetapi wujud
beliau sifatnya rohani.
Jadi pada dasarnya semua kitab suci mengatakan
bahwa Tuhan itu sebenarnya berwujud, kalau kemudian ada yang beranggapan bahwa
kata-kata kembali disisinya, Tuhan melihat, Tuhan memandang, Tuhan mengasihi
hanya kiasan belaka untuk memudahkan kita memahami Tuhan, ini berarti bahwa
kitab suci sejak awalnya sudah mengajarkan sesuatu yang bohong. Kalau umat
Hindu di Indonesia banyak yang tidak mengakui wujud Tuhan, ini karena di
Indonesia lebih banyak berkembang filsafat Sankara yang tidak mengakui bahwa
Tuhan itu berwujud. Wujud-wujud Tuhan hanya dipakai sebagai perantara belaka
bagi umat kebanyakan dan pada akhirnya wujud-wujud itu tidak lagi diperlukan.
Karena itulah disimpulkan Tuhan itu tidak berwujud walaupun dalam Weda
jelas-jelas Tuhan dikatakan berwujud.
Menurut Bapak Suryanto kalau kita mau mencari
wujud Tuhan dalam kitab-kitab Weda seperti Bhagavad-gita, Bhagavata Purana dan
lain-lain maka kita akan menemukan bahwa Krsna adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan
Bapak Suryanto mengatakan Rsi Wyasa Dewa dalam Bhagawata Purana Skanda I bab 3
sloka 28 mengatakan ..."Krsnas tu bhagavan svayam" ... artinya Krsna
adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli. Dan kalau orang sekaliber Rsi
Wyasa Dewa, yang kita yakini sebagai penulis kitab-kitab Veda, Itihasa,
Mahabharata, Purana-purana dan lain-lain mengatakan bahwa Krsna adalah Tuhan
Yang Maha Esa, apakah kita masih tidak mempercayainya, kalau masih, maka kita
perlu bertanya pada diri sendiri.
Bhagavad-gita bab 3 sloka 21 menyatakan ;
yad
yad acarati sresthas
tat
tad evetaro janah
sa
yat pramanam kurute
lokas
tad anuvartate
Artinya : Apa saja yang dilakukan orang besar
orang lain akan mengikutinya, contoh apa saja yang diberikannya seluruh dunia
akan menurutinya (Pendit, 1994 :96).
Kalau orang besar saja tidak mengakui wujud Tuhan
apa lagi orang awam, tentunya wajar banyak orang yang tidak percaya Tuhan
memiliki wujud.
Mengenai wujud Tuhan menurut kitab suci Weda
terutama Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana yaitu Krsna, juga banyak yang tidak
mengakuinya, karena orang beranggapan Tuhan tidak mungkin seperti manusia.
Untuk anggapan ini Krsna dalam Bhagavd-gita bab 9 sloka 11 menjawab:
avajananti
mam mudha
manusim
tanum asritam
param
bhavan ajananto
mama
bhuta mahesvaram
Artinya : Orang bodoh menjelekkan Diri-Ku bila
Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. Mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku
sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada (Prabhupada,
1986 : 452).
Sankaracharya adalah orang yang menanamkan
pengertian bahwa Tuhan itu tidak berkepribadian (Nirguna), tetapi Sankara
terpaksa melakukan itu semua karena kondisi dan situasi semasa Sankara hidup
mengharuskan Beliau melakukannya. Namun pada akhir hayat Beliau, Beliau
mengatakan kepada semua muridnya:
bhaja
govinda bhaja govindam
govinda
bhaja mudha mate
samprapte
sannihite kaale
nahi
nahi raksati dukrinya karane
Artinya: Pujalah Govinda, pujalah Govinda, dan
hanya pujalah Govinda wahai orang-orang bodoh yang intelek. Pengetahuan lain
yang kau kejar tak akan membantumu saat ajalmu tiba (Pustaka Manikgeni, 2002 :
59).
Walaupun Sankara pada akhir hayatnya mengatakan
demikian, tetapi murid-muridnya tidak mau mengikutinya. Govinda adalah nama
lain Sri Krsna, ini berarti Sankara sebenarnya mengakui bahwa Tuhan berwujud.
Narayana juga nama Krsna, dan dalam mantra Tri
Sandya bait ke dua menyatakan bahwa Narayana adalah Tuhan Yang Maha Esa. Mantra
Tri Sandya bait ke dua berbunyi :
om
narayana evedam sarvam
yad
bhutam yac ca bhavyam
niskalanko
niranjano nirvikalpo
nirakhyatah
suddo deva eko
narayana
na dvityo sti kascit
Artinya : Ya Tuhan, Narayana adalah semua ini apa
yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas dari noda, kotoran, perubahan dan
tak dapat digambarkan. Ia yang satu tidak ada yang kedua yaitu Narayana
(Pustaka Manikgeni, 2005 :12).
Banyak ayat yang membuktikan bahwa Tuhan Yang
Maha Esa itu berwujud, dan wujud Beliau adalah Krsna. Para ahli filsafat
seperti Ramanuja, Madva, Nimbarka, Vallabha, Caitanya dan lain-lain juga
menyatakan demikian.
Bahkan Rsi Narada, Asita, Devala, Vyasa Dewa juga
menyatakan hal yang sama. Dalam pewayangan, khususnya wayang Jawa, para Dalang
umumnya menyebut Krsna dengan tiga sebutan :
1."Krsna Ratu ring Ratu" artinya Krsna
adalah raja segala raja.
Bhagavad-gita bab 10 sloka 27 juga menyatakan
bahwa diantara manusia Krsna adalah Raja (naranam ca naradhipam). Seorang raja
yang bijaksana adalah yang dapat menegakkan kebenaran di atas segalanya.
Bhagavad-gita bab 7 sloka 7 menyebutkan :
matah parataram nanyat
kincit
asti dhananjaya
mayi
sarvam idam protam
sutre
mani gana iva
Artinya : Wahai Arjuna, tidak ada kebenaran yang
lebih tinggi daripada-Ku. Segala sesuatu bersandar kepada-Ku, bagaikan mutiara
pada seutas tali ( Prabhupada, 1986 : 361).
2."Krsna ngerti sak durunge winarah"
artinya Krsna tahu sebelum orang bicara. Bhagavad-gita bab 15 sloka 15 menyatakan
:
sarvasya caham hrdi sannivisto
mattah
smrtir jnanam apohanam ca
vedais
ca sarvair aham eva vedyo
vedanta
krd veda vid eva caham
Artinya : Aku bersemayam di dalam hati setiap
mahluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus
diketahui dari segala Veda, memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah
yang mengetahui Veda (Prabhupada, 1986 : 706).
Krsna mengetahui isi hati semua mahluk karena
Beliau bersemayam dalam hati semua mahluk sebagai Paramatma.
3." Krsna duwe gambare jagat" artinya
Krsna memiliki gambar alam semesta.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa
Krsna adalah sumber dunia rohani dan dunia material (Bhangavad-gita bab 10
sloka 8), sehingga wajar kalau beliau memiliki gambar alam semesta. Ada cerita,
waktu Krsna kecil, Beliau makan tanah, Ibunya Yasoda, yang melihat Krsna makan
tanah kemudian membuka mulut Krsna untuk membuang tanah yang dimakan, tetapi
apa yang terjadi, Ibu Yasoda melihat seluruh alam semesta itu berada dalam
mulut-Nya, Krsna. Ini pertanda bahwa Krsna adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Besar dan pemilik alam semesta. Namun tidak semua dapat memahami hal ini
(Maswinara, 2000 : 102) Karena Tuhan Yang Maha Esa, Maha Segala-galanya, maka
Beliau bisa berwujud (Saguna) dan juga bisa tidak berwujud (Nirguna).
Bhakti
Yoga cara mendekati Tuhan yang Saguna
Banyak orang beranggapan bahwa jalan bhakti
merupakan jalan yang paling mudah dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
dibandingkan dengan yang lain. Anggapan ini benar untuk senagian orang tetap[I
tidak benar untuk sebagian orang yang lain. Karena kalau memang jalan bhakti
ini mudah mengapa tidak semua orang mengikuti jalan ini. Mengapa kita harus
mencari jalan yang lain, yang sulit, kalau jalan yang mudah sudah ada?
Ini pertanda bahwa jalan bhakti itu tidak mudah.
Bhakti Yoga adalah jalan untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Hyang Widhi Wasa melalui sujud bhakti dengan
dilandasi rasa cinta kasih yang mendalam dan dilakukan terus menerus dengan
pikiran terpusat pada Tuhan (Tim Penyusun, 2004 40). Dalam bhakti,
seorang bhakta (Sebutan pengikut bhakti) mengadakan hubungan dengan Tuhan yang
berpribadi (Saguna). Tuhan diwujudkan dalam bentuk Arca atau Pratima yang
dipuja dan dilayani seperti layaknya seorang raja. Dengan memuja Tuhan yang
berpribadi, seorang bhakta akan menumbuhkembangkan hubungan cinta kasih yang
bertimbal balik.
Dalam kitab Bhagavata Purana, atau yang dikenal
sebagai Srimab Bhagavatam skanda 7 bab 5 sloka 23, seorang penyembah Krsna yang
mulia bernama Prahlada menguraikan sembilan proses bhakti (nava vidha bhakti)
kepada Tuhan yang Saguna, kepada ayahnya Hiranyakasipu, sebagai berikut:
sravanam
kirtanam visnoh
smaranam
padasevana
arcanam
vandanam dasyam
sakhyam
atmanivedanam
Artinya : Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Visnu), dapat dilakukan dengan cara sravanam, kirtana, smaranam, padasevanam,
arcanam, vandanam, dasyam, sakhyam dan atmanivedanam.
Kesembilan proses bhakti ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Sravanam bhakti, cara bhakti dengan mendengarkan tentang Tuhan dan
lila-Nya (kegiatan-Nya). Contoh : Maharaja Parikesit.
2. Kirtana bhakti, cara bhakti dengan memuji, 3.melagukan atau
menyanyikan secara berulang-ulang nama-nama suci Tuhan. Contoh : Sukadeva
Gosvami.
3. Smarana bhakti, cara bhakti dengan mengingat-ingat nama dan wujud
Tuhan. Contoh : Prahlada Maharaja.
4. Padasevana bhakti, cara bhakti dengan melayani kaki padma Tuhan. Contoh
: Dewi Sri atau Dewi Laksmi.
5. Arcana bhakti, cara bhakti dengan melakukan pemujaan kepada Tuhan melalui
media arca. Contoh : Maharaja Prtu.
6. Vandana bhakti, cara bhakti kepada Tuhan dengan berdoa, membaca
sloka-sloka. Contoh : Akrura.
7. Dasyam bhakti, cara bhakti kepada Tuhan dengan pengabdian dan
pelayanan. Contoh : Hanoman.
8. Sakhya bhakti, cara bhakti kepada Tuhan seperti hubungan persahabatan
atau kawan. Contoh : Arjuna.
9. Atmanivedana bhakti, cara bhakti kepada Tuhan dengan menyerahkan diri
sepenuhnya tanpa mengharapkan sesuatupun bagi dirinya. Contoh :Maharaja Bali
(Prabhupada, 1984 : 114).
Sembilan proses bhakti ini, dapat dilakukan oleh
seseorang yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dalam Bhagavad-gita bab sebelas dengan judul
'Bentuk Semesta', Arjuna melihat semua perwujudan Tuhan (Vivarupa Tuhan), tapi
Arjuna tidak dapat mengerti semua itu, dan Krsna bersabda (Bhagavad-gita bab 11
sloka 54) sebagai berikut :
bhaktya
tv ananyaya sakya
aham
evam vidho rjuna
jnatum
drastum ca tattvena
pravestum
ca parantapa
Artinya : Arjuna yang baik hati, hanya melalui
bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain Aku dapat
dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri
dihadapanmu, dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya
dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku (Prabhupada,
1986 : 582).
Semua orang dapat mendekati Tuhan dengan berbagai
cara, tetapi kalau orang tersebut belum melaksanakan bhakti, maka orang
tersebut tidak akan dapat mengerti tentang Tuhan dengan baik. Mengenai
keutamaan bhakti, dalam mengerti Tuhan, juga dijelaskan dalam Bhagavad-gita bab
18 sloka
55 sebagai berikut :
bhaktya
mam abhijanati
yavan
yas casmitattvatah
tato
mam tattvato jnatva
visate
tad anantaram
Artinya : Seseorang dapat mengerti tentang-Ku
menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
hanya dengan cara bhakti. Apabila ia sudah sadar akan Diri-Ku sepenuhnya
melalui bhakti seperti itu, ia dapat masuk ke kerajaan-Ku (Prabhupada, 1986 :
808)
Jalan Bhakti adalah jalan yang dianjurkan untuk
jaman ini dalam menghayati, memahami dan mengadakan hubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
Banyak sloka dalam Veda, terutama dalam
Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana yang menjelaskan keutamaan bhakti. Walaupun
demikian kita masih tetap diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan
keinginan kita.
Hal ini dinyatakan dalam Bhagavad-gita bab 18 sloka
63 :
itite
jnanam akhyatam
guhyad
guhyataram maya
vimrsyaitad
asesena
yathecchasi
tatha kuru
Artinya : Demikianlah, Aku sudah menjelaskan
pengetahuan yang lebih rahasia lagi kepadamu. Pertimbangkanlah hal-hal ini
sepenuhnya, kemudian lakukanlah apa yang ingin kau lakukan (Prabhupada, 1986 :
816).
Dalam berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa pada
dasarnya ada dua jenis sikap yaitu Apara Bhakti dan Para Bhakti. Apara bhakti
adalah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah, dan dilakukan oleh
mereka yang belum mempunyai tingkat kerohanian atau kesucian tinggi. Dalam
tingkatan Apara Bhakti orang memuja Tuhan dengan penuh pengharapan atau
permohonan-permohonan. Sedangkan Para Bhakti adalah cinta kasih kepada Tuhan
yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tingkat kerohanian lebih tinggi.
Dalam tingkatan Para Bhakti seorang yang memuja Tuhan tidak lagi memohon atau
mengharapkan balasan dari Tuhan atas bhakti yang dilakukannya. Pada tahap ini
bhakti yang dilakukannya didasari pada keiklasan berkorban tanpa pamrih (Wiana,
1993 :42).
AYOO SERBUU GAN MUMPUNG GRATIS DAN MURAH
RépondreSupprimerADU BANTENG, Sabung Ayam, Sportbook, Poker, CEME, CAPSA, DOMINO, Casino
Modal 20 rb, hasilkan jutaan rupiah
Bonus 10% All Games Bolavada || Bonus Cashback 10% All Games Bolavada, Kecuali Poker ||
FREEBET AND FREECHIP 2017 FOR ALL NEW MEMBER !!! Registrasi Sekarang dan Rasakan Sensasi nya!!! ONLY ON : BOLAVADA(dot)com
BBM : D89CC515
sabung ayam
agen terpercaya
bandar judi
Kami adalah bandar judi terbesar dan terpercaya di indonesia,kami selalu mengutamakan dan kenyamanan pemain kami,hanya 1ID bisa bermain semua permainan di situs kami,
RépondreSupprimerYang hobby taruhan bola,kami menyediakn semua jenis permainan bola,dri sepakbola,voly,batminton dll
Untuk permainan Casino kartu semua ada permainan yg anda inginkn.
*member baru bonus 20%.
10% bonus depo selnjutnya.
*bonus 5% seumur hidup.
*bonus cashback 0,2% permainan Hogaming.
* ada juga tournament berhadiah uang tunai hingga 500jt untuk 2912 pemenang
Menerima Transaksi Deposit & Withdraw via Ovo | Pulsa & Semua Jenis Rekening Bank Di Indonesia
Untuk Pendaftaran bisa chat di WA kami dan kunjungi dan klik link di bawah ini:
No wa :+855889679569
Wechat:bengkelhoki
Fb :@bengkelhoki.id
Line :bengkelhoki